Kamis, 23 Januari 2014

URIP IKU NGELAKONI

  SEJAK awal mengambil jalan alternatif sebagai pengusaha partikelir hidup tak lagi sama. Hidup adalah tentang mengubah peluang menjadi uang. Saya mengambil peran sebagai makhoda kapal.
  Namanya juga kapal, kadang ada gelombang, kadang laut tenang menghanyutkan. Kadang mesti pandai-pandai melompati melintasi badai karena pilihanya cuma berjuang atau habis terempas dan kandas.
  Nah dalam perjuangan ini, sering rasanya habis napas. Sering rasanya habis tenaga. Ingin terjun saja ke laut dan menungggu sekoci dari entah kapal siapa. Atau, sering tergoda mengemudi kapal kembali ke pantai, menjangkar dan berhenti saja. Pulang.
  Manusia selalu tergoda untuk merasa dunia berpusat kepadanya. Saat prahara menerpa, nasibnyalah yang paling nahas. Setidaknya saya sering begitu: orang paling apes sejagat raya. Hidupmu saudari, bagaimana?
  Hidup saya resah, gelisah, cemas sekaligus. Semua serba tak pasti. Finansial dalam kondisi harap-harap cemas, ditambah saya adalah jenis orang yang tak pernah berhasil punya tabungan. Terkelompok dalam jenis manusia yang lemah godaan dan terbiasa mencipakan serangkaian kebutuhan bersifat tersier atas nama gaya hidup.
  Ditambah departemen hubungan yang sama tak jelasnya. Pria-pria datang dan pergi, cuma mampir, belum ada yang pas untuk tinggal. Peer pressure.
  Sepertinya tiap orang melangkah ke tahap baru kehidupan; membeli simbol-simbol kemapanan baru, memamerkan status baru; sedang saya masih di sini-sini saja. Saya rapuh, nyaris jatuh. Tapi, saya memutuskan belum saatnya menyerah kalah. Belum saatnya menggantung nasib.
  Kadang untuk merasa beruntung, kita perlu melihat sekeliling. Ini perkara memahami bahwa atas dan bawah hanya posisi dengan pertarungan sendiri-sendir. Atas dan bawah punya senang dan susah masing-masing.
  Ada seorang teman yang panik mengira diri gangguan mag akut atau malah kanker usus. Sibuk berobat, eh, ternyata dia hamil enam bulan. Perempuan paling ambisius soal karir yang saya kenal, yang hidupnya cuma urusan meeting, deadline, dan klien. Perempuan yang lebih tahan dengan anak kucing daripada anak manusia tiba-tiba menghitung hari untuk jadi ibu.
  Lalu, saya pikir-pikir, kenapa terlalu banyak berlogika, berhitung diatas kertas? Hidup adalah soal menjalani. Buang semua hitung-hitungan njelimit soal rencana dan strategi, ikut dan percaya saja. Anggap saja ini pertualangan. Percayakan nasib dan berbaik sangka kepada Tuhan.      
  Tutup mata secara sukarela dan berjalan dengan waspada. Bawa bekal secukupnya saja. Nasib baik dan keselamatan, apalagi bahagia, nggak pernah dijual pakai kurs mata uang manusia.
 urip iku perkara ngelakoni. Menjalani. Hal-hal yang paling kita hindari adalah hal-hal yang akan menjadi ujian perjalanan. Jangan memutuskan berhenti terlalu cepat. Kadang kesenangan dan kesuksesan ada dibelokan jalan yang kita ambil hari ini. (*)  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar