Kamis, 23 Januari 2014

PEREMPUAN MISKIN DILARANG MATRE

  SAYA men-tweet dua kalimat itu beberapa hari lalu dan pesan ini  bergulir cepat, saya panen re-tweet hari itu. misteri besar banjir tweet hari itu, entah karena kebetulan di re-tweet oleh traveler dan penulis chicklit ternama, entah karena sepakat dengan isi tweet, entah karena tertohok bin tersindir. Sebenarnya, inoi bukan ajakan perang terbuka untuk para perempuan matre diluar sana, ini cuma pernyataan sikap.
  Perempuan matre, itu lagu lama. Fenomena usang. Lelaki matre pun tak kalah banyak, baik yang terang-terangan maupun yang sembunyi dibalik selimut. Tapi sekali lagi, perempuan di untungkan (atau malah di rugikan) dengan penghakiman kultural "surga nunut, neraka katut". Kalau pasangannya hidup enak, wajar kiranya untuk ikut mencicipi hidup enak bergelimang senang. sebaliknya pun begitu. Tapi, tentunya yang matre murni percaya premis tambahan, "Ada uang abang disayang, tak ada uang abang dibuang".
  Tapi, saya tak punya penghakiman atas matre dan ke-matre-an. Menurut saya, matre itu sah dan wajar asal jujur dan bertanggung jawab. Wajarnya jual beli-atau hukum supply-demand, perempuan matre tentu punya bargaining power untuk menjual cinta dan pesona guna mendapat kegemilangan hidup. Fenomena perempuan matre tentu hidup dan lestari karena jumlah lelaki kaya raya yang sukarela (atau sok rela) di-matre-i

"Perempuan, kalau berani matre, 
harus juga berani kaya. 
Kalau masih miskin sudah matre, malu" 

juga senantiasa tersedia dipasar. 
  Tapi, hei perempuan, jangan berani matre kalau belum berani kaya. Menurut saya, kalau masih miskin, jangan berani-berani matre. Jadilah matre karena pilihan, bukan keadaan. Artinya begini, saat Anda memutiskan jadi perempuan matre, sepenuhnya pilihan sadar karena Anda merasa pantas mendapatkanya. Kekayaan itu bisa berbentuk kekayaan (uang dan  harta lainya), juga dalam bentuk kecerdasan intelektual. Miskin dan "miskin" menempatkan Anda di status hina "kere munggah bale". Lompatan sosial instan, selain dianggap miring, sering menimbulkan ke-norak-an sosial budaya. Karena itu, butuh persiapan mental dan spiritual untuk menjadi perempuan matre paripurna. 
  Sebaliknya, lelaki, kalu Anda belum kaya, jangan juga berani-berani menuduh perempuan matre kepada Anda. Butuh kapital cukup untuk mendakwa perempuan me-matre Anda. Kalau kadar kekayaan Anda masih sedang-sedang saja. Anda belum pantas di-matre-i. Jangan GR karena para perempuan matre pun punya SOP dalam membidik sasaran. Ada etika dan tahap saringan khusus. Jangan nekat kalau nggak kaya-kaya amat. Jangan berani-berani sok kuat  di-matre-i tanpa modal cukup. Jangan sok tegar kantong, Anda bukan Donald Trump, bukan juga Hugh Hefner. 
  Terakhir, sekali lagi, saya mengirim pesan untuk para perempuan yang sudah atau  berniat akan menjadi matre, pastikan Anda cukup kaya fisik maupun mental. Beranilah kaya supaya Anda pantas menjadi matre atas nama pilihan hidup dan solusi menang sama menang, untung sama untung. Jadilah barang mahal dan berharga yang harus ditebus dengan harga mahal. Kalu modal pas-pasan, jangan nekat jadi matre, malu. Menjual barang kualitas KW dengan harga barang kualitas bagus itu penipuan. Seandainya si lelaki mau, judulnya khilaf. Namanya khilaf, pasti ada sadarnya dan Anda akan didepak cepat-cepat karena ternyata harga Anda nggak cukup untuk dijual mahal. Jadilah perempuan matre yang bermartabat. Sekian dan terima kasih. (*) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar